KAIDAH MEMAHAMI BID’AH

KAIDAH MEMAHAMI BID’AH

(Muhammad bin Husain Al-Jizani)

Pengertian Bid’ah Menurut Syari’at

1.Hadits Al-Irbadh Ibnu Sariyah,di dalam hadits ini ada perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Jauhilah hal-hal yang baru (muhdasat),karena setiap yang baru itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.”(Diriwayatkan oleh Abu Dawud,Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)

2.Hadits Jabir bin Abdullah,bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata dalam khutbahnya:

“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebagus-bagusnya tuntunan adalah tuntunan Muhammad dan urusan yang paling jelek adalah sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) dan setiap yang diada-adakan (dalam agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu (tempatnya) di neraka.”(Diriwayatkan oleh An-Nasai).

3.Hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa mengada-ada (sesuatu) dalam urusan (agama) kami ini,padahal bukan termasuk bagian di dalamnya,maka dia itu tertolak.”(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

4.Dalam riwayat lain:

“Barangsiapa mengamalkan amalan yang tidak ada dasarnya dalam urusan (agama) kami,maka,maka dia akan tertolak.”(Diriwayatkan oleh Muslim).

KAIDAH KAIDAH MEMAHAMI BID’AH

Kaidah tersebut berjumlah duapuluh tiga yang terangkum dalam tiga dasar pokok:

Dasar pertama, taqarrub kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan.

Dasar kedua ,keluar menentang aturan agama.

Dasar ketiga dzarai (menutup peluang-peluang ) yang mengarah kepada bid’ah.

 

(A).TAQARRUB KEPADA ALLAH DENGAN HAL YANG TIDAK DISYARI’ATKAN

KAIDAH KE-1

“Setiap ibadah yang berlandaskan hadits maudhu’ yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah bid’ah”

Contohnya adalah:

-Hadits-hadits maudlu’ yang berkenaan dengan fadlilah (Keutamaan) surat-surat Al-Qur’an.

Hadits maudlu yang berkenaan fadlilah shalat raghaa’ib.

Penjelasan kaidah ini:

Kaidah ini dibangun di atas dasar agama yang agung,yaitu bahwa asal dalam semua ibadah itu adalah tauqif(adanya dalil),artinya bahwa hukum-hukum syari’at dan segala macam bentuk ibadah tidak bisa dinyatakan ada, kecuali dengan adanya dalil-dalil shahih yang diakui,baik dari Al-Qur’an ataupun As-Sunnah.

Adapun hadits-hadits palsu itu bukanlah sunnah Rasulullah,maka mengamalkannya adalah bid’ah,sebab itu merupakan sesuatu yang tidak diizinkan.

KAIDAH KE -2

“Setiap ibadah yang berlandaskan pendapat semata dan hawa nafsu maka itu adalah bid’ah,seperti pendapat sebagian ulama atau ubbad(ahli ibadah) atau kebiasaan sebagian daerah atau sebagian hikayat dan manamat(apa yang didapatkan di dalam tidur).”

Di antara contohnya:

-Ahli suffi dalam menetapkan kebanyakan hukum berpegang pada kasyf,mu’aayanah dan kejadian luar biasa,maka dengannya mereka menetapkan halal dan haram.Setelah itu barulah mereka memutuskan, apakah melakukan atau menahan.Seperti apa yang dihikayatkan dari sebagian mereka,bahwa jika dia menyantap makanan yang mengandung hal syubhat di dalamnya,maka urat jarinya berdenyut keras,maka dia pun tidak jadi memakannya.(Lihat Al-I’tisham 1/212,2/181,182).

-Dzikir-dzikir bid’ah,seperti dzikir kepada Allah dengan isim mufrad atau dengan dlamir.Mereka berdalih bahwa sebagian orang-orang mutaakhkhirin menganjurkannya.(Lihat Majmu Al-Fatawa 10/396).

-Memohon kepada para malaikat,para nabi dan orang-orang shalih setelah mereka meninggal dan ketika mereka tidak ada di tempat. Meminta kepada mereka serta beristighatsah dengan mereka.(Lihat Majmu Al-Fatawa 1/159-160).

Penjelasan:

Kaidah ini bisa menjadi jelas dengan menyebutkan pokok yang sangat penting tentang tanda-tanda ahlul bid’ah,yaitu bukanlah seorang ahlul bid’ah,melainkan dia itu berdalil untuk bid’ahnya dengan dalil syar’i,baik dalil shahih ataupun dlaif.

Itu terjadi karena sesungguhnya semua ahlul bid’ah tidak mau dikatakan bahwa dia itu keluar dari syari’at.Bagaimana tidak,sedangkan dia mengaku bahwa dirinya berada di dalam ruang lingkup dalil-sesuai dengan yang dia pahami-.(AL-I’tisham 1/286).

Imam Asy-Syathibi berkata,”Semua orang yang berada diluar Sunnah, tapi dia mengaku berada di dalamnya dan mengaku termasuk ahlinya,dia harus ber-takalluf (membuat-buat) ketika berdalil dengan dalil-dalilnya atas masalah-masalah yang mereka dakwakan.Jika hal itu tidak dilakukan,maka lontaran masalah itu mendustakan dakwaan mereka.”(Al-I’tisham-1/220.

Pokok yang tetap dalam masalah ini adalah bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah keduanya merupakan sumber ilmu dari Allah dan jalan pemberitaan dari-Nya,dan keduanya mrupakan jalan penghalalan dan pengharaman dan  jalan untuk mengetahui hukum-hukum dan syari’at Allah.(Lihat Jima’ul Ilmi:11,Jaamiu Bayanil Ilmi wa Fadlih:2/33 dan Majmu Al-Fatawa:19/9).

Imam Ath-Thartusy:Merata dan tersebarnya suatu amalan tidak menunjukkan kebolehannya,sebagaimana terselubungnya tidak menunjukkan terhadap pelarangannya.

KAIDAH Ke-3

“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan suatu ibadah yang ada,padahal faktor dan sebab yang menuntut adanya pelaksanaan itu ada dan faktor penghalangnya tidak ada,maka melaksanakan ibadah tersebut adalah bid’ah.”(Lihat Iqtidha Ash-Shirath al-Mustaqim 2/591-597,Majmu Al-Fatawa:26/172,Al-I’tisham:1/361 dan Al-Ibda’ karya Syaikh Ali Mahfuzh:34-45).

Contohnya:

*Melafazhkan niat tatkala akan memulai shalat.

*Mengumandangkan adzan bukan untuk shalat lima waktu.

*Melaksanakan shalat setelah Sa’i antar Shafa dan Marwah.

Penjelasan:

Penjelasan kaidah ini erat hubungannya dengan mengetahui sunnah tarkiyah.Sunnah tarkiyyah berarti Rasulullah tidak melakukan amalan dari amalan-amalan (tertentu).(Syarh Al-Kaukab Al-Munir:2/165).

 

KAIDAH KE- 4

“Semua ibadah yang tidak dilakukan oleh As-Salaf Ash-Shalih dari kalangan sahabat,tabi’in dan tabi’it tabi’in atau mereka tidak menukilnya (tidak meriwayatkannya) atau tidak menukilnya dalam kitab-kitab mereka atau tidak pernah menyinggung masalah tersebut dalam majelis majelis mereka,maka jenis ibadah itu adalah bid’ah,dengan syarat faktor penuntut untuk mengerjakan ibadah itu ada dan faktor penghalangnya tidak ada.”

1.Shalat Raghaa’ib yang diada-adakan.

2.Merayakan hari-hari besar Islam dan peristiwa-peristiwa penting.

Menjadikannya sebagi ‘ied(peringatan yang berulang-ulang), karena ‘ied adalah salah satu syari’at Islam,maka wajib ber’ittiba di dalamnya bukan malah beribtida’(Lihat Iqtidla Ash-Shirath Al-Mustaqim:2/614).Di antara perayaan ini adalah perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.Tidak seorang ulama salafpun menyebutnya apalagi melakukannya.

Ibnu Taimiyyah berkata,”Sesungguhnya ini(maulid) tidak pernah dilakukan oleh salaf,padahal faktor pendorongnya ada,sedangkan faktor penghalangnya tidak ada.Seandainya ini baik atau agak kuat,tentu salaf lebih berhak (melakukan hal ini) daripada kita,karena sesungguhnya kecintaan dan pengagungan mereka terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dari yang kita lakukan dan mereka sangat bersemangat terhadap semua kebaikan.

Penjelasan:

Hudzaifah radliyallahu ‘anhu berkata,

“Setiap ibadah yang tidak dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,janganlah kalian melakukannya,karena sesungguhnya (generasi) pertama tidak meninggalkan sesuatu yang harus dibicarakan bagi generasi berikutnya.Maka takutlah kalian wahai qurra(para pembaca Al-Qur’an) kepada Allah,ambillah jalan orang-orang sebelum kalian.”(Lihat Al-Amru bil ‘Ittiba:62,Al-Bukhari:13/250 No.7282.

Imam Malik Ibnu Anas berkata,

“Tidak ada yang dapat mmbereskan akhir umat ini,kecuali sesuatu yang telah membereskan (generasi) awalnya.”(Iqtidla Ash-Shirath Al-Mustaqim 2/718.).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

“Maka ikutilah sunnahku (tuntunanku) dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk lagi lurus,berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan geraham.”(Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya:4/200,201 No,4607,At-Tirmidzi dalam Sunannya:5/44 No.2676).

 

KAIDAH Ke -5

“Semua ibadah yang bertentangan dengan kaidah-kaidah dan tujuan-tujuan syari’at adalah bid’ah.”(Lihat Al-I’tisham:2/19-20).

Contoh:

1.Dzikir dan wirid yang diakui oleh orangorang yang suka mengamalkannya sebagai dzikir dan wirid yang disusun berdasarkan ilmu huruf.(Al-I’tisham:2/20)

2.Adzan pada ‘iedul Fitri dan ‘iedul adhha.Sesungguhnya adzan tersebut tidak disyari’atkan untuk shalat-shalat sunnah,sebab ajakan atau panggilan untuk melaksanakan shalat dikhususkan hanya untuk shalat-shalat fardlu.(Lihat Al-I’tisham:2/18-19).

3.Shalat Raghaa’ib.  Shalat ini berseberangan dengan kaidah-kaidah syari’at dari beberapa segi:

1.Rasulullah melarang mengkhususkan malam Jum’at dengan ibadah tertentu (shalat).Beliau bersabda:

“Jangan kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat (tertentu) tanpa malam-malam yang lainnya.”(HR.Muslim:8/18).

2.Menyalahi tuntunan untuk diam dalam shalat dengan sebab membaca tasbih yang banyak dan menghitung surat Al-Qadr dan Al-Ikhlas dalam satu rakaat dan biasanya tidak dilakukan,kecuali dengan menggerak-gerakkan jari-jemari,padahal Nabi bersabda:

“Diamlah di dalam shalat”.(HR.Muslim:4/152).

3.Menyalahi perintah khusyu’ dalam shalat dan mengkhususkan hati kepada Allah.Jika dia (orang yang shalat) berusaha menghitung bacaan surat dan tasbihnya di hati ,maka ia berpaling dari Allah subhanahu wa Ta’ala.

4.Menyalahi perintah shalat sunnah untuk dilaksanakan di rumah dan sendiri sendiri.

5.Sesungguhnya dua kali sujud yang dilakukan setelah selesai shalat ini adalah makruh,karena kedua sujud ini adalah dua sujud yang tidak mempunyai sebab.

 

KAIDAH Ke-6

“Setiap taqarrub kepada Allah dengan adat kebiasaan atau muamalat  dari sisi yang tidak dianggap(tidak diakui) oleh syar’i,maka itu adalah bid’ah.”(Lihat Al-I’/tisham:2/79-82).

Contoh:

*Menganggap memakai pakaian wol(bulu) sebagai ibadah dan jalam  menuju Allah.(Lihat Majmu Al-Fatawa:11/555).

*Begitu pula taqarrub kepada Allah dengan diam,tidak berbicara terus-menerus atau dengan menolak makan roti,daging,dan minum air atau dengan berdiri dibawah terik matahari,tidak berteduh.”(Lihat Majmu Al-Fatawa:11/200).

Penjelasan:

Kaidah ini khusus untuk adat dan muamalat yang dijadikan sebagai ibadah dan qurbah kepada Allah.Bid’ah dalam hal ini dibuat-buat dari dua sisi,yaitu dari sisi asal dan caranya.

Ibnu Taimiyyah berkata,”Dan barangsiapa beribadah dengan ibadah yang tidak wajib dan tidak pula sunnah,sedang dia meyakininya wajib atau sunnah,maka dia sesat dan telah berbuat bid’ah sayyiah bukan bid’ah hasanah  dengan kesepakatan para ulama.Sesungguhnya Allah tidak disembah kecuali dengan sesuatu yang wajib atau sunnah.”(Majmu Al-Fatawa:1/160).

 

 

KAIDAH Ke-7

“Semua taqarrub kepada Allah dengan cara melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah bid’ah.”(Lihat Jami Al-Ulum wal Hikam 1/178,dan Ahkam Al-Jana’iz:242).

Contohnya:

1.Taqarrub kepada Allah dengan mendengarkan alat-alat musik,atau dengan berdansa.

2.Taqarrub kepada Allah dengan myerupai (tasyabbuh dengan) orang orang kafir.Dan di dalam contoh ini ada tiga pokok bid’ah.

Pertama,sesungguhnya hal itu adalah taqarrub kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyari’atkan dan dilarang oleh-Nya,dan ini merupakan pokok pertama dari pokok-pokok bid’ah itu.

Kedua,sesunggiuhnya hal ini adalah keluar dan menentang aturan agama,dikarenakan meneladani musuh-musuh Allah,dan ini merupakan pokok kedua dari pokok-pokok bid’ah itu.

Oleh sebab itu ibtida’ terjadi dengan hanya menyerupai orang-orang kafir meskipun tanpa ada maksud taqarrub sebagaimana yang akan dijelaskan.

Ketiga,sesungguhnya hal ini merupakan dzari’ah(peluang) yang bisa menghantarkan kepada keyakinan bahwa hal itu bagian dari agama.Ini bisa terjadi bila musyabahah tersebut bersumber dari ulama yang menjadi contoh dan panutan,ini adalah pokok ketiga dari pokok-pokok bid’ah.

 

KAIDAH Ke-8

“Setiap ibadah yang dibatasi dengan tata-cara(sifat) tertentu dalam syari’at,maka merubah tata-cara ini adalah bid’ah.(Lihat Al-Baa’its 28-29,Al-I’tisham:2/26,dan Al-“Amru bil ‘Ittiba:153).

Kaidah ini merangkum beberapa gambaran berikut ini:

1.Menyalahi waktu,seperti kurban pada tanggal satu bulan Dzulhijjah.

2.Menyalahi tempat,seperti i’tikaf bukan dimesjid.

3.Menyalahi jenis,seperti qurban dengan kuda.

4.Menyalahi jumlah bilangan,seperti menambah shalat keenam.

5.Menyalahi tata-cara(tertib),seperti memulai wudlu dengan membasuh kedua kaki,kemudian menmgusap kepala,kemudian membasuh muka.

 

KAIDAH Ke -9

“Setiap ibadah mutlak yang tetap dalam syari’at dengan dalil umum, maka membatasi kemutlakan ibadah ini dengan waktu atau tempat tertentu sehingga menimbulkan anggapan bahwa pembatasan inilah yang dimaksud secara syari’at tanpa ada dalil umum yang menunjukkan terhadap pembatasan ini,maka adalah bid’ah.”

Contohnya,

Sesungguhnya puasa secara umum sangat dianjurkan,syari’at tidak mengkhususkannya dalam waktu tertentu saja,dan tidak pula membatasinya dengan zaman tertentu,kecuali hari-hari yang dilarang dan dianjurkan untuk meninggalkan dan menjalankan puasa secara khusus seperti,dua hari raya (dilarang),hari Arafah dan Asyura (dianjurkan),maka jika seorang mukallaf mengkhususkan satu hari tertentu dalam seminggu,seperti hari Rabu atau mengkhususkan beberapa hari dari satu bulan dalam hari-hari tertentu,seperti tanggal tujuh dan tanggal delapan,dan pengkhususan ini datangnya bukan dari syari’at,maka tak ragu lagi bahwa pengkhususan ini adalah pendapat tanpa ada dalil yang mendasarinya,orang tersebut telah menyamakan pengkhususan ini dengan pengkhususan syari’at terhadap hari-hari tertentu.Maka pengkhususan dari pihak mukallaf ini adalah bid’ah,karena ini adalah pensyari’atan tanpa ada landasan.(Lihat Al-I’tisham:2/12.).

 

KAIDAH Ke-10

“Ghuluw (berlebih-lebihan) dalam ibadah dengan menambah di atas batasan yang telah ditentukan,dan tasyaddud(mempersulit diri) serta tanaththu’(memberatkan diri) dalam pelaksanaan ibadah tersebut adalah bid’ah.(Lihat Majmu al-Fatawa:10/392,Al-I’tisham:2/135 dan Ahkam Al-Janaiz:242).

Contohnya,

1.Taqarrub kepada Allah dengan melaksanakan qiyamullail semalam suntuk, tidak tidur,puasa setiap hari sepanjang tahun,menjauhi wanita dan tidak menikah.

Ketiga contoh ini telah pernah terjadi pada (zaman Rasulullah) dalam kisah tiga orang yang datang bertanya tentangn ibadah Rasulullah.

2.Melempar Jumrah dengan batu-batu besar dengan anggapan bahwa hal itu lebih utama dari kerikil.(Lihat Iqtidla Ash-Shirath Al-Mustaqim:1/288-289).

3.Waswas di dalam berwudlu,mandi,mencuci pakaian dengan berlebih-lebihan,israf dan mengguyurkan air pada angota yang tidak disyari’atkan dibasuh,dan tamathu’,ta/ammuq,serta tasyaddud dalam hal itu.(Lihat Al-Amru Bil Ittiba’:291).

Yang perlu diingatkan dalam kesempatan ini bahwa ghuluw dan tasyaddud dalam ibadah adalah perbuatan orang-orang Nashrani sebab kesesatan mereka.Dan kepada merekalah Allah melarang berbuat ghuluww didalam firmannya,

“Wahai ahlil kitab,janganlah kalian berlebih-lebihan didalam agama ini.” (Lihat Iqtidla Ash-Shirath al-Mustaqim:2/289).

(B) KELUAR MENENTANG ATURAN AGAMA

Dasar ini mencakup delapan kaidah umum.

Sesungguhnya inqiyad(kepatuhan) dan khudhu’(ketundukan) kepada agama Allah bisa terlaksana dengan taslim(penyerahan) yang sempurna kepada agama ini baik dalam pokok-pokok agama maupun dalam hukum-hukumnya.

KAIDAH Ke-11

“Setiap keyakinan,pendapat,dan ilmu yang menentang Al-Qur’an dan Sunnah,atau berlawanan dengan konsensus Salaful Ummah maka itu semua adalah bid’ah.(Lihat Jami Bayan Al-Ilmi wa Fadhli:2/1052,Dar’u Atta’arudl:1/208-209,I’lam Al-Muwaqqi’in:1/67,Fadlu Ilmi As-Salaf ‘Ala Ilmi l-Khalaf:39-44,dan Ahkam Al-Jana’iz:242).

Ada tiga gambaran yang termasuk dalam kaidah ini:

Gambaran pertama,menjadikan pendapat(akal) suatu pokok yang muhkam (tidak menerima kesalahan) dan meyakininya sebagai kepastian yang benar(maqthu’) dan menyesuaikan serta mencocokkan nushush sam’iyyah (dalil-dalil AlQur’an dan Sunnah) kepada pokok ini.Dan apa yang ada dalam nushush tersebut sesuai dengan akal,maka dapat diterima,adapun yang bertentangan dengannya akan ditolak.

Gambaran kedua: Mengeluarkan fatwa dalam agama Allah tanpa dilandasi ilmu.Mereka sesat karena berfatwa tanpa ilmu,sebab mereka tidak mempunyai ilmu.(Lihat Al-I’tisham:2/812.

Gambaran ketiga:Mempergunakan akal dalam mengetahui hukum sesuatu sebelum terjadi,maka menyebabkan dia mengabaikan dan meninggalkan sunnah dan bahkan merupakan dzari’ah ketidaktahuan terhadapnya.(Lihat Jami Bayan Al Ilmi wa Fadllih:2/1054,I’lam Al-Muwaqi’in :1/169 dan Al-I’tisham:1/103-104,2/335).

Imam Asy-Syafi’i berkata:”Dan bid’ah itu adalah sesuatu yang bertentangan dengan kitab Allah atau sunnah atau atsar sahabat Rasulullah.”(I’lam Al-Muwaqi’in:1/80)

KAIDAH Ke -12

I’tiqad-i’tiqad yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah serta tidak didapatkan dari sahabat dan tabi’in adalah bid’ah.(Majmu Al-Fatawa 20/163).

Hal-hal yang ternasuk dalam kaidah ini sebagai berikut:

1.Ilmu Kalam.

Ibnu Abdi Al-Barr telah menukil ijma bahwa ilmu kalam ini adalah bid’ah.Beliau berkata,”Para ahli fiqh dan ahli hadits(atsar) di seluruh pelosok (negara Iskam) telah berijma bahwa ahli kalam itu adalah ahli bid’ah dan kesesatan.Menurut semua(ulama) di seluruh pelosok negeri mereka tidak dianggap dalam jajaran para ulama,karena para ulama adalah ahlu al-atsar (hadits) dan orang-orang yang ber-tafaquh dalam atsar itui.Para ulama itu bertingkat-tingkat derajat keistimewaannya dan kepahamannya dalam atsar itu.”(Jaami Bayan al-Ilmi wa Fadllih:2/942).

2.Thariqah Shufiyyah (Tarekat Sufi)

Shufiyyah dalam banyak hal menganggap baik hal-hal yang tidak ada (dalilnya) di dalam Al-Qur’an,Sunnah dan juga hal-hal yang tidak pernah diamalkan oleh salafushshalih,maka mereka melaksanakannya sesuai dengan anggapan tersebut dan menmjadikannya sebagai jalan dan sunnah yang tidak bisa diganti,bahkan mereka terkadang mewajibkan dalam beberapa kesempatan.

Ibnu Rajab berkata,”Di antara ilmu-ilmu yang baru adalah memperbincangkan ilmu-ilmu batin yang berupa ma’arif,amalan hati dan hal lain yang hanya mengandalkan pendapat,perasaan dan kasyf.

Imam Syafi’i berkata,”Setiap orang yang berbicara dalam masalah agama dengan hawa nafsu dan tanpa dilandasi sunnah Rasulullah dan para sahabatnya,maka termasuk bid’ah dalam Islam.”(Shaun Al-Mantiq wa Al-Kalam:150).

 

KAIDAH KE -13

“Sesungguhnya permusuhan,bantah-bantahan dan perdebatan dalam  agama adalah bid’ah”

Masalah yang termasuk dalam kaidah ini adalah sebagai berikut:

1.Bertanya tentang mutasyaabihat(hal-hal yang masih samar).Contohnya:

a. Kisah sahabat Shabigh yang pernah bertanya tentang mutasyaabihat.Tatkala berita ini sampai kepada khalifah Umar,maka ia memerintahkan untuk menangkapnya dan kemudian didera(dipukul),terus diasingkan ke kota Bashrah dan menyuruh penduduknya tidak mendekati dia Maka Shabigh di sana bagaikan unta yang kena penyakit kudis.Dia tidak datang ke suatu majlis melainkan orang-orang mengatakan,”Hukuman Amirul Mukminin”.Maka orang-orang pun bubar menjauhinya,sampai akhirnya dia bertaubat dan bersumpah dengan nama Allah bahwa dia sekarang tidak mendapatkan sesuatu dari kesyubhatan yang pernah ada pada dirinya,maka Umarpun mengizinkan untuk bergaul dengannya.Tatkala muncul khawarij,dia didatangi (orang-orang Khawarij) kemudian dikatakan kepadanya,”Ini waktumu.”Dia berkata “Tidak,sudah cukup bagi diriku pelajaran dari hamba yang shalih (Umar Radhiyallahu anhu).(Lihat Majmu al-Fatawa 4/3).

b.Kisah Imam Malik ketika didatangi seseorang laki-laki dan bertanya,”Wahai Abu Abdillah,Arrahmanu ‘alal’arsyistawa(Allah Yang Maha Pengasih bersemayam(istiwa) di atas ‘Arsy),bagaimana Dia beristiwa?”Maka Imam Malik berkata,”Cara (kaifiyyah) istiwa’ tidak ma’qul(tidak bisa dicerna akal) dan istiwa’ itu sudah diketahui,meyakininya adalah wajib dan menanyakannya adalah bid’ah,maka sesungguhnya saya khawatir kamu akan sesat.”Maka beliau menyuruh orang tersebut untuk ke luar.(Dikeluarkan oleh Al-Lalikai dalam As-Sunnah 3/441 no,664.)

Ibnu Taimiyyah berkata,”Karena hal itu adalah pertanyan tentang sesuatu yang tidak diketahui manusia dan tidak mungkin mereka bisa menjawabnya.”(Majmu Al-Fatawa,3/250).

2.Kaum muslimin diuji dengan masalah-masalah dan pendapat-pendapat yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Al-Barbari berkata,”Dan ujian dalam Islam adalah bid’ah.Adapun sekarang diuji dengan dengan Sunnah.Dikarenakan ada ungkapan (seorang alim):”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian,”(Syarh As-Sunnah:55).

3.Fanatisme yang menimbulkan perpecahan umat dan upaya membangun persaudaraan dan permusuhan atas dasar silsilah keturunan.

Kami telah meriwayatkan dari Mu’awiyyah bin Sufyan bahwa beliau bertanya kepada Abdullah bin Abbas,”Apakah kamu mengikuti millah (pendapat) Ali atau millah Utsman?” Ibnu Abbas berkata,”Saya tidak berada di atas millah Ali,tidak pula millah Utsman,tapi saya di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”(Dikeluarkan oleh Ibnu Baththah dalam Al-Ibanah Al-Kubra:1/354-355 No.237-238).

Dan Allah telah menamakan kita di dalam Al-Qur’an muslimin, mu’minin, ibadullah (hamba-hamba Allah),maka kita tidak boleh meninggalkan nama-nama yang telah Allah berikan kepada kita dan memilih nama-nama yang tidak berdasarkan dalil yang diturunkan Allah.”(Majmu Al-Fatawa:3/415)

4.Mengklaim seorang muslim dengan kafir atau bid’ah tanpa bukti.

Ibnu Baththah berkata,”Asy-Syahadah adalah bid’ah,Al-Bara’ah adalah bid’ah dan al-Wilayah adalah bid’ah.

Yang dimaksud Asy-Syahadah adalah persaksian yang menyatakan bahwa seseorang ahli surga atau ahli neraka,tanpa bukti dan dalil yang kuat.

Al-Wilayah adalah loyal terhadap suatu kaum dan berlepas diri dari yang lainnya.

Al-Bara’ah adalah berlepas diri dari kaum yang berpegang teguh pada Islam dan sunnah.(Asy-Syarhu wa Al-Ibanah:341,dan lihat Al-Istiqamah karya Ibnu Taimiyyah:1/113-116).

Penjelasan : Kaidah ini khusus berhubungan dengan perdebatan dalam bab aqidah dan dasar-dasar agama,bukan masalah fiqih dan hukum-hukum furu’iyyah(cabang).

Berdebat dan berbantah-bantahan dalam agama akan menimbulkan keragu-raguan di dalam hati dan menghalangi untuk mengetahui yang benar.”(Al-Hujjah fi Bayan al-Muhajah:2/347,Al-I’tisham:2/80-82).

 

KAIDAH KE -14

“Mewajibkan manusia untuk melakukan suatu adat dan muamalah serta  menjadikan hal itu seperti syari’at yang tidak boleh ditentang dan agama yang tidak boleh dibantah adalah bid’ah.”

Contoh,

1.Menetapkan pajak dalam muamalah,seolah-olah merupakan ketetapan agama dan suatu yang diwajibkan kepada mereka,baik secara kontinyu atau pada waktu tertentu dengan cara-cara yang ditetapkan,sehingga menyerupai apa yang disyari’atkan dan membebani manusia.Dan apabila mereka tidak melakukannya,akan dikenakan sangsi dan hukuman.Sebagaimana pengambilan zakat ternak dan pertanian dan hal yang serupa dengannya.(Al-I’tisham:2/80-81).

2.Mengutamakan orang bodoh atas ulama dan menempatkan orang-orang yang tidak loyal pada jabatan-jabatan penting dengan cara turun menurun. Sehingga keadaan ini menjadi kebiasaan yang wajar dan dianggapnya seperti agama yang tidak boleh ditentang.Semua ini adalah bid’ah.(Al-I’tisham:2/81).

Penjelasan:

Kaidah ini khusus mengenai adat kebiasaan dan muamalat.Pelanggaran dalam hal ini terjadi disebabkan karena menentang aturan agama dengan cara menjadikan adat atau muamalat sebagai sesuatu yang wajib dipatuhi manusia,sehingga kedudukannya setingkat dengan kewajiban agama dan syari’at.

Namun lain halnya dengan kewajiban yang berdasarkan pada suatu yang rasional dan dapat menghasilkan kemaslahatan yang diakui eksistensinya.Maka hal-hal seperti ini termasuk dalam katagori Al-Maslahat Al-Mursalah yang tidak tergolong bid’ah.

Contoh maslahat mursalah,membuat rambu-rambu ketertiban,dan tingkatan jabatan yang dapat merealisasikan maslahat umum untuk ummat sesuai dengan tujuan-tujuan syari’at.

 

KAIDAH Ke –15

“Keluar menentang aturan-aturan agama yang sudah tetap dan merubah hukum-hukum syariat yang telah ditentukan batasannya adalah bid’ah.” (Lihat Talbis Iblis:16-17,dan Al-I’tisham:2/86).

Contohnya,

1.Apa yang dituturkan oleh Ibnu Rajab,”Dan muamalah seperti akad(transaksi), fasakh(pembatalan) dan lainnya apabila merubah ketentuan syari’at seperti menjadikan harta sebagai sanksi hukumn zinah dan lainnya.Maka hal itu tidak sesuai dan keluar dari dasar syari’at.Dan kepemilikan tidak bisa berpindah dengannya sebab hukuman ini tidak pernah dikenal dalam Islam.

Dalil kongkrit yang menjadi dasar hal ini adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya,”Sesungguhnya anak laki-laki saya menjadi buruh di rumah si fulan,terus melakukan zina dengan isterinya,maka saya menebus anak saya dengan seratus ekor kambing dan seorang budak”,Nabi bersabda, “Seratus ekor kambing beserta budak itu harus dikembalikan lagi kepadamu dan anakmu harus didera seratus kali dan diasingkan setahun.” (Jami Al-Ulum Wal Hikam:1/181,dan hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari:5/301 No.2695-2696).

2.Hilah bathilah(alasan yang tidak benar) yang menyebabkan penghalalan sesuatu yang siharamkan atau pengguguran suatu kewajiban,seperti menghalalkan riba dengan jual-beli ‘inah,mengembalikan wanita yang ditalak tiga kepada yang mentalaknya dengan cara nikah tahlil,serta menggugurkan kewajiban zakat dengan cara hibah yang dipinjamkan yang dianggap boleh segolongan orang,padahal para ulama menganggap alasan ini bagian dari bid’ah.(Al-I’tisham:2/85-86).

 

 

3.Menggugurkan kewajiban shalat,sesungguhnya ahli bid’ah mengqitaskannya pada fidyah puasa yang mempunyai nash hukum.Mereka tidak berhenti sampai disini,bahkan mengembangkan alasan-alasan tersebut dengan menetapkan bentuk amalan lain yang tidak mempunyai landasan dan dasar yang kuat.Bid’ah semacam ini tergolong bid’ah yang paling aneh.(Al-Bid’ah:19)

4.Bisa dikelompokkan dalam bentuk ini,masalah yang telah dikabarkan oleh Rasulullah bahwa hal itu akan terjadi,muncul dan tersebar.Dimana kejadian ini menyerupai bid’ah,karena keduanya memberi isyarat terjadinya perubahan tntunan agama dan hilangnya ajaran yang benar,seperti sabda Rasulullah:

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah ilmu agama diangkat,kebodohan nampak,perzinahan merajalela,dan khamer diminum.”(HR.Al-Bukhari:9/330 no:5231,dan Muslim:16/221.)

 

KAIDAH Ke -16

“Menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang khusus bagi mereka,baik  berupa ibadah atau adat kebiasaan adalah bid’ah.”(Ahkam al-Janaiz:242)

Contoh,

1.Enggan memakan lemak dan hewan ternak yang berkuku dengan alasan berpegang pada agama untuk menyerupai orang kafir.

2.Mengikuti atau menyamai orang-orang kafir dalam merayakan hari raya dan upacara-upacara yang mereka selenggarakan.

Imam Adz-Dzahabi berkata,”Menyerupai orang kafir dalam milad(hari ulang tahun),Kamis dan Nairuz adalah bid’ah yang amat keji.”(At-Tamasuk bi As-Sunan:130).

Penjelasan:

Kaidah ini dan berikutnya khusus menjelaskan larangan menyerupai orang-orang kafir.Penyerupaan ini ada dua macam,yaitu:

Pertama,menyerupai orang-orang kafir dalam hal-hal yang khusus bagi mereka (agama).

Kedua,menyerupai orang-orang kafir dalam masalah yang mereka ada-adakan dan bukan masalah agama yang mereka anut.

Ibtida’ dengan cara menyerupai orang-orang kafir dalam mnentang aturan agama,sebab tasyabbuh dengan orang-orang kafir adalah menjadi penyebab utama hilangnya agama dan syari’at,pendorong timbulnya kekufuran dan maksiat.Sebagaimana menjaga sunnah para nabi merupakan sumber kebaikan.

 

KAIDAH Ke 17

“Menyerupai orang-orang kafir dalam hal-hal yang mereka ada-adakan yang bukan bagian dalam agama mereka,baik berupa ibadah,adat atau keduanya adalah bid’ah”.(Lihat Al-Amru bi Al-Ittiba;:151).

Contoh,

Imam al Ajiri berkata,”Mayoritas urusan umat ini mengikuti kebiasaan orang Yahudi,Nashrani,Kisra(Penguasa Persia) dan Kaisar(Penguasa Romawi) atau kebiasaan Jahiliyyah,seperti kesultanan dan peraturan-peraturan mereka tentang para pegawai,pejabat dan lainnya,hal-hal yang berhubungan dengan musibah,kesenangan,tempat tinggal, pakaian, perhiasan, makan, minum, walimah-walimah,kendaraan,pelayan,perkumpulan,jual-beli dan mata pencaharian.”(Lihat Asy-Syari’ah:20).

Contoh lain,adalah taqlid kepada orang kafir dalam hal yang disebut trend dan mode yang sudah merambah semua belahan dunia zaman sekarang.Dan juga mengikuti kebiasaan mereka dalam memperingati merayakan ‘ied(hari raya) yang mereka ada-adakan,padahal tidak disyari’atkan dalam agama mereka.Seperti Hari Ibu dan Hari esehatan dan lain-lain.

Peringatan menyerupai orang-orang kafir.

Pertama,sesungguhnya dalil-dalil dari Al-Qur’an,sunnah,ijma(konsensus) dan atsar telah menunjukkan bahwa menyerupai orang-orang kafir secara umum dilarang.Dan sebaliknya sangat dituntut bahkan disyariatkan untuk tidak menyerupai mereka,hal itu bisa berarti wajib dan bisa juga berarti sunnah sesuai dengan masalahnya.

Disamping itu ada juga hal-hal yang dilarang secara khusus oleh sunnah,seperti mencukur jenggot dan memanjangkan kumis.

Kedua,sesungguhnya mukhalafah al-kafirin(tidak menyamai orang-orang kafir) termasuk maqaashid asy-syari’ah(tujuan-tujuan syari’at),oleh sebab itu larangan tersebut mencakup ,larangan menyrupai mereka dengan sengaja (dimaksud) dan yang tidak disengaja.Karena menyerupai orang-orang kafir-baik disengaja ataupun tidak-menimbulkan kerusakan-kerusakan baik yang berhubungan dengan akidah(ideologi) maupub perbuatan.

Ketiga,kerusakan-kerusakan (mafaasid) yang ditimbulkan akibat musyabahat al-kafirin secara umum dan musyabahatuhum(menyerupai mereka) dalam perayaan-perayaannya secara khusus adalah sebagai berikut:

1.Ikut-ikutan dalam tuntunan yang sifatnya zhahir(nampak) menimbulkan dan mewariskan kecocokan dan keserasian antara dua fihak yang saling menyerupai dalam hal yang sifatnya batin sedikit demi sedikit. Orang yang memakai pakaian ulama,dia merasakan dalam dirinya ada suatu keterkaitan dengan mereka (ulama) dan begitu juga contoh lainnya.

2.Ikut andil bersama mereka dalam tuntunan zhahir memastikan terjadinya ikhtilath(campur baur) yang nampak,sehingga hilanglah batas pemisah(pembeda),maka lenyaplah penghalang jiwa antara orang-orang yang mendapat peunjuk lagi diridhai dengan orang-orang yang dimurkai dan sesat. Dengan hal seperti ini lepaslah batas permusuhan.

3.Menyerupai orang-orang kafir merupakan sekian sebab-sebab yang mengundang murka Allah,sebagaimana Umar bin Khaththab berkata:

“Jauhi musuh-musuh Allah dalam perayaan mereka,karena sesungguhnya murka Allah turun kepada mereka.”(Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra:9/234).

Sebab perayaan-perayaan mereka adalah maksiat kepada Allah.Hal itu bisa merupakan apa yang diada-adakan(muhdatsah) atau apa yang sudah dihapus (mansukhah),dan orang muslim tidak boleh mengakui atau mengikuti keduanya.(Lihat Al-Amru bi Al-Ittiba’:150).

 

4.Menyerupai mereka dalam sebagian perayaannya akan mendatangkan kebahagiaan di hati mereka dengan kebatilan itu.Mereka melihat orang-orang Islam telah menjadi cabang bagi mereka dalam hal khusus agamanya dan ini,mendatangkan kemantapan (kekuatan) hati mereka dan tidak mustahil hal itu mendorong mereka untuk memanfaatkan peluang-peluang dan menghinakan orang-orang lemah.

 

KAIDAH KE -18

“Melakukan suatu amalan amalan jahiliyyah yang tidak disyari’atkan di dalam Islam adalah bid’ah”

Yang dimaksud dengan jahiliyyah sebagaimana yang dikatakan Ibnu Taimiyyaah- adalah hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah sebelum datang Islam,serta hal-hal yang kembali dilakukan oleh orang-orang Arab berupa kebiasaan jahiliyyah yang pernah mereka lakukan dahulu.(Iqtidla Ash-Shirath Al-Mustaqim:1/398 dan 1/226-227).

Contoh,apa yang tercantum dalam kitab Shahih Muslim,bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Empat perkara yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliyyah,yang tidak mereka tinggalkan yaitu,membanggakan kebesaran leluhur,mencela keturunan,menisbatkan turunnya hujan kepada bintang-bintang,dan meratapi orang mati.”(HR.Muslim 6/235)

 

(C) PELUANG-PELUANG YANG MENGANTARKAN KEPADA BID’AH

KAIDAH KE-19

“Bila sesuatu yang dituntut secara syari’at dikerjakan dengan cara yang menimbulkan anggapan yang berbeda dengan sebenarnya,maka hal itu adalah bid’ah”

Kaidah ini khusus berkenaan dengan hal-hal yang dituntut secara syari’at seperti sesuatu yang wajib dan yang mandub.

Kaidah ini ada lima macam,yaitu:

  1. Pelaksanaan ibadah yang bersifat nafilah muthlaqah(sunnah yang muthlaq) yang menimbulkan anggapan bahwa hal itu sunnah ratibah,seperti melaksanakan shalat sunnah secara berjama’ah di masjid-masjid.(Lihat Al-Hawadits wa Al-Bida’:66 dan Al-I’tisham:1/345-346).
  2. Pelaksanaan ibadah sunnah yang menimbulkan anggapan bahwa itu wajib,seperti selalu membaca Surat as-Sajdah dan Ad-Dahr dalam shalat subuh hari Jum’at.(lihat Al-Ba’its:54).
  3. Pelaksanaan ibadah yang sifatnya lapang(ibadah muwassa’ah) yang menimbulkan anggapan bahwa ibadah itu ditentukan(dikhususkan) waktu,tempat,sifat atau tata-caranya.
  4. Amalan tambahan yang diikutkan pada amalan yang disyari’atkan sehingga tambahan tersebut menjadi sifat atau seperti sifat bagi amalan masyru’ tersebut dikarenakan terjadinya penggabungan.
  5. Setiap kegiatan kumpul rutin,mingguan,bulanan dan tahunan,selain kumpul-kumpul yang disyari’atkan.(Lihat Iqtidla Ash-Shirath Al Mustaqim:2/630 dan Al-Amru bi Al-Ittiba’:180).

Contoh,bepergian ke Bait Al-Maqdis untuk sekedar jalan-jalan dan ingin mengetahuinya.Sesungguhnya hal seperti ini adalah dlalal(kesesatan) yang nyata,karena ziarah ke Bait Al-Maqdis disunnahkan juga disyari’atkan untuk shalat dan i’tikaf disana.

KAIDAH Ke -20

“Bila sesuatu yang diperbolehkan dalam syari’at dikerjakan dengan cara yang diyakini bahwa hal itu dituntut dan diwajibkan dalam syari’at,maka dikatagorikan dalam bid’ah”(Al-I’tisham:1/346-347,2/109).

Contoh,mnghias mesjid;kebanyakan orang meyakini bahwa hal itu termasuk katagori meninggikan rumah-rumah Allah,begitu pula menggantungkan lampu-lampu kristal yang sangat mahal,sehingga orang meyakini bahwa menginfakkan untuk itu termasuk infaq fi sabilillah.

Kaidah ini khusus untuk hal-hal yang dibolehkan secara syari’at,berupa hal-hal yang mubah dan makruh.Bid’ah akan terjadi jika hal-hal tersebut dilakukan dengan cara yang menimbulkan anggapan bahwa itu dituntut dalam syari’at.

 

KAIDAH Ke -21

“Bila perbuatan maksiat dilakukan oleh ulama yang menjadi panutan dengan cara khusus dan maksiat ini tampak dari sisi mereka sehingga orang-orang yang mengingkarinya tidak dihiraukan,sehingga pada akhirnya orang-orang awam meyakini bahwa perbuatan maksiat ini termasuk bagian agama,maka hal seperti ini dikelompokkan kedalam bid’ah.”(Lihat Al-I’tisham:2/94-102)

Di sinilah buruknya kesalahan orang alim,maka dari itu sangatlah pantas ada orang yang mengatakan,”Tiga hal yang menghancurkan agama,yaitu kesalahan orang alim,bantahan orang munafiq atas Al-Qur’an dan para pemimpin yang sesat.”(Al-I’tisham:2/101 dan atsar di atas dikeluarkan oleh Ad-Darimi dari Umar Ibnu Al-Khaththab radliyallahu ‘anhu dalam As-Sunan:1/71 dan Ibnu Abdi Al-Barr dalam Jaami Bayan Al-‘Imi wa Fadllih:2/979-980no.1867-1870).

 

KAIDAH Ke -22

“Bila perbuatan maksiat dilakukan oleh orang-orang awam sehingga mewabah dan tersebar di antara mereka,sedangkan para ulama yang menjadi panutan tidak mengingkarinya padahal mereka mampu mengingkarinya sehingga hal itu menimbulkan keyakinan orang awam bahwa perbuatan maksiat ini tidak dilarang,maka ini termasuk bid’ah.”

Contoh,kemunkaran-kemungkaran yang tampak dan merajalela,seperti transaksi riba(bunga bank),memelihara hal-hal yang haram berupa media-media informasi.

\

KAIDAH Ke-23

“Segala sesuatu yang terjadi dan timbul akibat pelaksanaan hal-hal bid’ah muhdatsah di dalam agama,baik berupa melakukan bebrapa hal yang sifatnya ibadah atau adat,maka itu semua dikelompokkan dalam katagori bid’ah,sebab sesuatu yang dibangun di atas muhdats adalah muhdats juga.”(Al-I’tisham:2/19)

Contoh,apa yang dilakukan pada malam nishfu sya’ban(pertengahan bulan sya’ban) berupa tambahan penerangan lampu,hiruk-pikuk di dalam mesjid,makan kue-kue dan lain sebagainya,juga bersenang –senang dengan mengeluarkan uang pada saat itu,semua itu adalah bid’ah yang mengikuti hukum asal perayaan itu.(Lihat Musajalah ‘Ilmiyyah bainal Imamain:41,47,52, 54,dan Al-Ba’its:96),

Contoh lain,apa yang terjadi pada perayaan-perayaan bid’ah,bersenang-senang dengan makan-makan,pakaian,permainan,dan istirahat.Semua itu mengikuti pada perayaan bid’ah yang disandarkan pada agama,sebagaimana hal itu mengikuti perayaan di dalam agama Islam.(Iqtidla Ash-Shirath Al Mustaqim:1/472.

RUANG LINGKUP BID’AH

1.’Itiqaadaat(keyainan).Kaidah no:11,12,13.

2.Ibadah dan qurubaat(hal-hal yang mendekatkan diri kepada Allah). Kaidah no.:1 sampai 10,19.

3.Adat dan muamalat.Kaidah no.: 6,14,15,20,23.

4.Maksiat dan hal-hal yang dilarang.Kaidah no.: 7,21,22.

5.Musyabahaat Al-Kafirin.Kaidah no.: 16,17,18

-=======================================

 

Leave a comment